-->

Saturday, July 02, 2016

Adakah Rahmat Allah dalam Dunia Bisnis?

Adakah Rahmat Allah dalam Dunia Bisnis?

Sejenak mari kita bertafakur atas apa yang ada di dalam hidup dan kehidupan ini. 

Adakah Allah swt mencurahkan rahmat-Nya kepada segenap umat manusia dalam menjalankan hidup dan kehidupan di dunia yang fana ini? 

Menjawab pertanyaan ini adalah menilai akan eksistensi Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Maka, bagi orang-orang beriman, dapatlah dipastikan jawabannya,

yakni bahwa Allah swt pasti mencurakan rahmat-Nya untuk kehidupan segenap umat manusia (rahmatan lil 'alamin). 

Sebagai Tuhan, Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kaya takkan membiarkan kepada segenap makhluk yang diciptakannya selain Dia (Allah) telah menyediakan apa yang menjadi kebutuhan makhluk-Nya, termasuk umat manusia.

Adakah sesudah itu masih juga disangsikan akan kedudukan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu? Tergantung kepada umat manusia itu sendiri. Jika dia telah benar-benar beriman kepada Allah, maka pastilah dia termasuk orang yang tidak meragukan akan keberadan Allah dalam kedudukan sebagai apa pun yang Dia (Allah) kehendaki.

Alhasil, keimanan seorang pebisnis sangat memegang peran bagi keberhasilan di dalam pergaulannya di dunia bisnis. Jika rasa keberimanan itu telah melepas dalam kehidupan bisnisnya, yang ada hanyalah hawa nafsunya yang secara tidak disadari telah masuk dalam perangkap setan. Naudzu billahi min dzalik.

Yang seharusnya segera disadari bagi pebisnis Muslim, dia tidak seharusnya menjauhi keimanannya yang telah tertanam jauh sebelum terjun dalam dunia bisnis. Rahmat Allah yang telah tercurah pada dirinya seharusnya dipertahankan dan ditingkatkan hingga menuju puncak keridaan Allah (takwa sebenar-benar bertakwa).

Adakah yang dapat dipahami atas rahmat Allah pada diri seorang pebisnis Muslim? 

Adakah rahmat Allah itu?

Janganlah dipungkiri bahwa keberadaan umat manusia tidak dapat berlepas dari kekuasaan Allah swt sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Mustahil manusia dapat berbuat jika Allah tidak berkehendak berbuat pada dirinya. Apa pun yang telah diperbuat oleh umat manusia sesungguhnya karena Allah-lah yang menghendakinya. Tetapi, kebanyakan manusia tidak menyadarinya.

Sisi gelap umat manusia, siapa pun, atas kekuasaan Allah merupakan penyebab terjadinya ketidakpandaiannya dalam bersyukur kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Mengetahui. Perbuatan-perbuatan Allah tidak terbesit dalam hatinya, selain yang ada bahwa kecerdasan otaknya menganggap dirinya dapat berbuat sesuatu sebagaimana yang diinginkannya.

Pandangan yang keliru itu ternyata mengeliminasi atas apa pun yang telah diperbuat oleh Allah sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa lagi Maha Berkehendak. Dan, inilah yang menjadi persoalan terbesar bagi umat manusia, khususnya orang-orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saw.

Menguji diri atas keberadaannya hidup di dunia yang fana ini terbantahkan. Maka, dapatlah dipastikan bahwa tak ada seorang pun yang sangat menginginkan dirinya teruji oleh Allah sebagai orang-orang yang telah beriman kepada-Nya. Perjalanan hidupnya seolah telah ditetapkan akan keberadaan dirinya di dunia tanpa perlu Allah ikut serta di dalamnya. Ternyata, mereka lupa bahwa Allah-lah yang telah menguji mereka atas keimanannya sendiri.

Padahal, sesunguhnya Allah telah menganugerahkan pada diri orang-orang beriman suatu keadaan hidup yang dapat membahagiakan dirinya di dunia dan di akhirat.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (QS. Al-Qashash: 77).

Dari ayat di atas, dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya Allah:

  1. Telah menganugerahkan suatu kondisi hidup yang membahagiakan (untuk akhirat);
  2. Telah menyediakan bahagian kenikmatan hidup di dunia;
  3. Telah disertakan dalam jiwa keadaan untuk dapat berbuat baik kepada orang lain;
  4. Telah diberikan kemampuan untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi.
Persoalan yang muncul kemudian adalah ternyata kebanyakan umat manusia, khususnya bagi orang-orang beriman itu sendiri, tidak mengindahkan akan kemahabaikan Allah pada dirinya. Disertakan adanya hawa nafsu tidaklah berarti dapat mengabaikan akan kemahabaikan Allah selain seharusnya disambut dengan perjuangan yang sungguh-sungguh agar dapat diraih dalam hidup dan kehidupan di dunia ini, jauh sebelum hidup di Hari Kemudian. ***
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post

2 komentar


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner